Iman dan Keutamaannya
IMAN
1. Definisi Iman
Iman adalah gabungan dari perkataam dan perbuatan, yaitu perkataan hati dan lisan dan perbuatan hati dan lisan, perbuatan hati, lisan, dan anggota badan. Ia bertambah karena keaatan dan berkurang karena kemaksiatan.
Secara etimologi, Iman berarti pembenaran hati.
Sedangkan secara terminology, Iman adalah membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota badan.
- Mengikrarkan dua kalimat syahadat
- Membenarkan ajaran Rasulullah Saw.
- Hati meyakini, anggota badan mengamalkan dengan beribadah sesuai dengan fungsinya.
Firman Allah Swt.:
………
“… tetapi Allah menjadikan kamu ‘cinta’ kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu …”(Q.S. al-Hujarat: 7).
2. Dasar Iman
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada Kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya serta Kitab yang Allah turunkan sebelumnya. barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu Telah sesat sejauh-jauhnya.” (Q.S. an-Nisa: 136)
Janji Allah bagi yag beriman:
”Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang Shaleh, kelak akan kami masukkan mereka ke dalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai; kekal mereka di dalamnya; mereka di dalamnya mempunyai isteri-isteri yang suci, dan kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman.” (Q.S. an-Nisa: 57).
3. Hakikat Iman
Iman tidak sekedar diucapkan tetapi pembuktian dengan ujian dan cobaan.
”Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami Telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? {2} Dan Sesungguhnya kami Telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya dia mengetahui orang-orang yang dusta {3}.”(Q.S. al-Ankabut: 2-3).[1]
Perkataan dan perbuatan adalah makna dari syahadatain. Ia meruapakan amalan hati dengan mengitikadkannya dengan amalan lisan.
a. Iman bertambah dan berkurang
Dalil Iman berkurang dan bertambah:
Iman tidak statis, sebagaimana dihayati oleh umumnya orang selama ini, tetapi dinamis, sehingga menimbulkan kegairahan hidup manusia.[2]
”Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan Hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal {2} (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka {3} Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia {4}” (Q.S. al-Anfaal: 2-4).[3]
“Dia-lah yang Telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang Telah ada). …”(Q.S. al-Fath: 4)
“…Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan kami tambah pula untuk mereka petunjuk.”(Q.S. al-Kahfi: 13).
Sabda Rasulullah Saw.:
“Klau dalam segala hal keadaanmu seperti ketika kamu berada di sisiku niscaya kamu akan disertai malaikat.”(H.R. Ahmad dan Tirmidzi) [4]
b. Ahli Iman bertingkat-tingkat
Dalil tingkat-tingkat ahli iman:
1. Al-Qur’an:
“Dan orang-orang yang beriman paling dahulu, {10} Mereka Itulah yang didekatkan kepada Allah. {11}”(Q.S. al-Waqi’ah: 10-11)
“Kemudian Kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.”(Q.S. Faathir: 32)
“Kemudian Kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.”(Q.S. Faathir: 32)
2. Hadits:
“ Sesungguhnya Allah Swt. akan mengeluarkan dari mereka orang yang dalam hatinya terdapat iman seberat satu dinar kemudian iman orang didalam hatinya terdapat ½ dinar.”(H.R. Muslim)[5]
c. Iman adalah Agama
Semua iman yang diucapkan ataupun dii’tiqadkan, secara mutlak mencakup iman agama. Definisi Iman apabila isebutkan secara terperinci akan menunjuk kepada iman yang enam.
Firman Allah Swt.:
“Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, Maka (cukuplah) dia Hanya mengatakan kepadanya: “Jadilah!” lalu jadilah ia.”(Q.S. al-Baqarah: 177)
“Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.”(Q.S. al-Qamar: 49)[6]
Iman bukan semata-mata suatu kategori etika. Sesungguhnya, pertama-tama ia adalah suatu kategori kognitif; artinya berhubungan dengan pengetahuan, dengan kebenaan proporsi-proporsinya.[7]
Iman melahirkan moifasi dan keteguhan hati untuk berbuat baik dan meninggalkan perbuatan buruk.[8]
4. Keutamaan Iman
Menurut Abdul Majid Aziz Azzindani dalam bukunya Jalam Menuju Keimanan, menyebutkan diantara keutamaan iman sebagai beriklut:
- Iman adalah jalan menuju kebaikan
- Kebahagiaan
- Iman adalah jalan menuju keilmuan.[9]
Darfar Kepustakaan
Hafidz, Abu dkk. 2007. Risalah Aqidah; Seri Ta’lim I. Tangerang: CV. Trans Wacana Offset.
Al-Faryqi, Ismail Raji. 1988. Tauhid. Bandung: Pustaka.
Azzindani, Majid Aziz. 1993. Jalam Menuju Iman. Jakarta: Gema Insani Press.
Tebba, Sudirman. 2007. Nikmatnya Iman; Menerangkan Hati dan Fikiran. Ciputat: Pustaka Irvan.
Hakami, Syekh Hafidh. 1998. 200 Tanya-Jawab Aqidah Islam. Jakarta: Gema Insani.
[1] Abu Hafidz dkk. 2007. Risalah Aqidah; Seri Ta’lim I. Tangerang: CV. Trans Wacana Offset. hlm. 45
[2] Sudirman Tebba. 2007. Nikmatnya Iman; Menerangkan Hati dan Fikiran. Ciputat: Pustaka Irvan. hlm. Vii.
[3] Ibid _____ hlm. 48.
[4] Syekh Hafidh Hakami. 1998. 200 Tanya-Jawab Aqidah Islam. Jakarta: Gema Insani. hlm. 37.
[5] Ibid _____. 38.
[6] Ibid _____. hlm. 37-39.
[7] Ismail Raji Al-Faryqi. 1988. Tauhid. Bandung: Pustaka. hlm. 43.
[8] Sudirman Tebba. 2007. Nikmatnya Iman; Menerangkan Hati dan Fikiran. Ciputat: Pustaka Irvan. hlm. viii.
[9] Majid Aziz Azzindani. 1993. Jalam Menuju Iman. Jakarta: Gema Insani Press. hlm. 57-59.
0 Comments