Gerakan Salafiyah
Salafiyah
adalah orang-orang yang mengidentifikasikan pemikiran mereka dengan
pemikiran para salaf. Mereka mincul pada abad ke-4 Hijriah. Mereka
terdiri dari ulama mazhab Hanbali yang berpendapat bahwa garis besar
pemikiran mereka bermuara pada pemikiran Imam Ahmad ibn Hanbal yang
menghidupkan 'aqidah ulama salaf dan berusaha memerangi paham lainnya.
Aliran ini muncul kembali pada abad ke-7 Hijriah. Aliran ini dihidupkan
pleh Syaikh al-Islam ibn Taimiyyah yang menyiarkannya dengan gencar.
Selanjutnya pada abad ke-12 Hijriah pemikiran serupa muncul kembali di
Jazirah Arab, dihidupkan oleh Muhammad ibn 'Abdul Wahhab, Para pengikut aliran ini selanjutnya disebut kaum wahabi. Kaum wahabi terus-menerus mengkampanyekan pahamnya.
Ulama mazhab Hanbali menyinggung pembicaraan tentang tauhid dan hubungannya dengan kubur.mereka berbicara tentang ayayt-ayat ta'wil dan tasybih.
Hal ini yang mereka munculkan pertama kali pada abad ke-4 Hijriah.
Mereka mengidentifikasikan pembicaraan mereka ini kepada pendapat Imam
Ahmad ibn Hanbal. Identifikasi ini didiskusikan oleh sebagian
tokoh-tokoh mazhab itu.
Perselisihan
terjadi antara mereka dengan Asy'ariyyah, sebab mereka muncul ketika
Asy'ariyyah mempunyai kekuasaan yang kuat. Masing-masing menganggap
bahwa mereka menyeru kepada mazhab salaf.
Pada
tahap selanjutnya, Salafiyah menjadi sebuah gerakan yang berusaha
menghidupkan kembali ajaran kaum Salaf, bertujuan agar umat Islam
kembali pada Al-Quran dan Hadits serta meninggalkan pendapat ulama
madzhab yang tidak berdasar dan segala bid’ah yang tersisip di dalamnya.
Gerakan ini dicetuskan oleh Ibn Taimiyah. (Diknas ; 2003)
Gerakan
Salafiyah juga disebut gerakan Tajdid (pembaharuan), gerakan Ishlah,
dan gerakan Reformasi. Tokoh-tokoh ajaran Salafiyah yang lainnya adalah
Ibn al-Qayim al-Jauziah, , dan Muhammad bin Abdul Wahhab.
Salafiyah
menghendaki kembalinya studi tentang aqidah sebagaimana yang dilakukan
masa shahabat dan para tabi’in, mereka hanya mengambil apa yang ada pada
al-Quran dan as-Sunnah., mereka melarang para ulama berfikir tentang
dalil-dalil di luar al-Quran. Oleh karena itu metode Ulama Salafiyah
adalah :
1.
Percaya kepada aqidah-aqidah dan dalil-dalil yang ditunjukkan oleh
Nash, karena nash tesebut adalah Wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada
Nabi Muhammad Saw.
2.
Aliran Salaf tidak percaya kepada metode logika rasional yang asing
bagi Islam, karena metode ini tidak terdapat pada masa shahabat dan
tabi’in.
3.
Jalan untuk mengetahui aqidah-aqidah dalam hukum Islam dan segala
sesuatu yang bertahan dengan itu, baik yang pokok maupun bukan, baik
akidah itu sendiri maupun dalil-dalil hukumnya, tidak lain adalah
bersumber kepada al-Quran dan al-hadits.
4.
Akal tidak mempunyai kekuasaan untuk menakwilkan al-Quran atau
menafsirkannya, atau juga menguraikannya kecuali dalam batas-batas yang
dizinkan oleh kata-kata (bahasa) dan dikuatkan oleh hadits-hadits. (A.
Hanafi ;1980).
A. Metode Berfikir Kaum Salaf
Ibnu
Taimiyyah menegaskan bahwa metode salaf berbeda dengan metode-metode
yang dijalankan oleh aliran selain Salaf, karena 'aqidah dan
dalil-dalilnya hanya dapat diambil dari nash. Mereka itulah sekelompok
Salaf yang tidak percaya kepada akal, sebab akal dapat menyesatkan.
Mereka hanya percaya kepada nash dan dalil-dalil yang diisyaratkan oleh
nash, sebab ia merupakan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.
Mereka juga menegaskan bahwa berbagai pola pemikiran rasional itu
merupakan hal yang baru dalam Islam yang tidak pernah dikenal secara
pasti dikalangan sahabat dan tabi'in. (Prof. Dr. Imam Muhammad Abu
Zahrah, Aliran Politik dan Akidah).
Sehubungan
dengan ini Ibnu Taimiyyah mengatakan, "Mereka mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. Tudak mengetahui makna ayat-ayat yang diturunkan
kepadanya. Para sahabat juga tidak
memahaminya. Konsekuensi dari perkataan mereka ialah bahwa beliau tidak
mengerti makna hadits tentang sifat-sifat Allah Swt. Yang dibicarakan
beliau sendiri.
Dari
sini Salaf, sebagaimana disimpulkan oleh Ibn Taimiyyah, berpendapat
bahwa tidak ada jalan untuk mengetahui 'aqidah, hukum-hukum, dan segala
sesuatu yang berhubungan dengannya, baik dari segi I'tiqad maupun
Istidlal-nya kecuali dari al-Qur'an dan Sunnah yang menjelaskannya.
Inilah
metode Salaf, yaitu menempatkan akal berjalan di belakang dalil naqli,
mendukung dan menguatkannya. Akal tidak berdiri sendiri untuk
diperunakan menjadi dalil, tetapi ia mendekatkan makna-makna nash.
(Prof. Dr. Imam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Akidah).
B. Pemikiran-pemikiran Kaum Salaf
Mereka mengkaji masalah kalam, seperti wahdaniyyah
(keesaan Tuhan), sifat-sifatn-Nya, al-Qur'an adalah makhluq atau bukan
makhluq, serta berbagai sifat dan ayat yang mengandung penyerupaan Allah
Swt. Dengan makhluk-Nya.
- Keesaan Tuhan
Salaf memandang wahdaniyyah sebagai asas pertama Islam. Merek menginterpretasikan wahdaniyyah dengan
suatu interpretasi yang secara keseluruhan sesuai dengan apa yang
ditegaskan oleh kaum muslimin pada umumnya. Akan tetapi, mereka
menegaskan bahwa beberapa hal yang bertentangan dengan keesaan Tuhan,
tidak diakui oleh jumhur kaum muslimin. Mereka, misalnya berkeyakinan
bahwa mengangkat perantara untuk mendekatkan diri (tawassul)
kepada Allah dengan salah seorang Nabi, Wali, dan lainnya yang telah
meninggal dunia bertentangan dengan keesaan Allah Swt. Dan banyak lagi.
Tak
hanya dilunturkan arti pentingnya oleh pernik-pernik kehidupan modern,
Dzikir dan Shalawat juga ditentang keras oleh beberapa kelompok muslim
yang mengatasnamakan pemurnian Islam. Kaum "Salafi" misalnya; menuding
mereka yang berdzikir bersama baik keras maupun perlahan sebagai sesat
dan ahli bid'ah. (Syekh Muhammad Hisyam Kabbani, Energi Dzikir dan
Shalawat).
- Keesaan Dzat dan Sifat
Kaum
muslimin sepakat bahwa Allah Swt. Maha Esa; tidak ada sesuatu semisal
dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Berkenaan dengan
hal itu, Ibn Taimiyyah berkata, "Kata tauhid, tanzih, tasybih, dan tajsim merupakan beberapa kata yang bermakna konotatif yang disebabkan oleh berbagai istilah para ahli ilmu kalam dan yang lainnya."
Perbedfaan
pendapat para ulama mengenai makna-makna yang dikemukakan Ibn Taimiyyah
tersebut tidak mengakibatkan saling mengkafirkan. Karena hal itu
merupakan perbedaan penalaran, bukan perbedaan pada hakikatnya. Kaum
Salafi tidak mengkafirkan seorang pun dari mereka yang menentangnya,
tetapi menganggap para penentang itu termasuk orang-orang yang sesat.
Mereka memutuskan sesatnya para filosof, Mu'tazilah, kaum Sufi yang
mengatakan ittihad (manunggal dengan Tuhan) dan fana' dalam dzat.
- Kaum Salaf dan Asy'ariyyah
Ibn
Taimiyyah menegaskan, bahwa mazhab Salafi ialah mazhab yang menetapkan
segala sesuatu yang terdapat dalam al-Qur'an dan al-Sunnah, baik berupa
sifat, berita, maupun keadaan. )
0 Comments