Konsep Ilmu dan Dalalah
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Segala
puji hanya milik Allah Swt. yang telah memberikan begitu banyak
limpahan nikmat sehingga di antara nikmat-Nya tersebut penulis dapat
menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah dalam rangka nenuntut ilmu.
Shalawat
beriringkan salam semoga tetap terlimpah curahkan kepada baginda kita
yang telah menuntun umatnya dari zaman jahiliah menuju zaman ilmiah a’ni
Nabi besar Muhammad Saw. juga kepada keluarganya, para sahabatnya,
tabi’in dan tabi’atnya, serta sampai kepada kita selaku umatnya hingga
hari kiamat Amiin.
Selanjutnya
makalah yang berada di hadapan pembaca merupakan uraian materi yang
ditulis mengacu kepada silabus mata kuliah Ilmu Mantiq/ Logika dengan
Dosen pengampu Drs. Khalimi, M.Ag. yaitu tentang Konsep Ilmu dan Dalalah. yang
Alhamdulillah telah selesai dituis. Tidak akan ada kata selesai disusun
makalah ini melainkan dukungan dari semua pihak baik segi moril maupun
materil. Untuk itu penulis sampaikan banyak terima kasih.
Sudah
barang tentu dalam makalah ini tidak luput dari kekeliruan ataupun
kekurangan baik dalam materi maupun dalam hal ikhwal penyusunan. Untuk
itu penulis bermohon maaf dan tak lupa untuk sedia menerima berbagai
masukan yang bersifat membangun untuk penyempurnaannya.
Ciputat, September 2009
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Sesungguhnya
Ilmu Mantiq membahas tentang fikiran-fikiran dan persesuaiannya dengan
undang-undang berfikir, dari itulah maka hubungan ilmu mantiq ialah
dengan fikiran-fikiran. Tidak ada sangkut pautnya dengan lafadh; tetapi
dikarenakan lafadh itu sebagai tanda yang menunjukkan kepada maksud dan
pengertian, maka untuk mengambil faidah makna-makna itu, tidak terlepas
dari hubungannya dengan lafadh-lafadh itu menunjukkan atas nama dan
petunjuk lafadh itu, dengan arti memahami makna dari lafah. Dari sinilah
akan dibahas tentang petunjuk-petunjuk atas makna-makna secara umum.
Jadi pengertian dilalah (petunjuk), memahami sesuatu dari sesuatu yang
lain (fahmu amrin min amrin), amrin pertama dinamakan mad-lul sedangkan
amrin yang kedua merupakan dalal. Untuk memahami lebih jauh tentang Ilmu
dan Dilalah, sedikit banya penulis menguraikan yang menyangkut Konsep
Ilmu dan Dilalah.
BAB II
PEMBAHASAN
Konsep Ilmu dan Dilalah
A. Ilmu
Ilmu
merupakan pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara
bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.[1]
Menurut Prof. KH. M Taib Thahir Abd. Mu’in, ilmu adalah mengenal sesuatu yang belum dikenal.[2]
Menurut Muhammad Nur Al-Ibrahim mengemukakan pengertian ilmu menurut
ahli mantik sb : Pencapaian objek yang belum diketahui dengan cara
meyakini atau menduga keadaannya bisa sesuai dengan realita atau
sebaliknya.[3]
Ilmu
pengetahuan merupakan cara untuk menghasilkan dan menguji kebenaran
pernyataan mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di dunia pengalaman
manusia.
Paling tidak ada empat cara untuk menghasilkan dan menguji kebenaran pernyataan empiris, yaitu:
1) Otoriter, pencapai pengetahuan yang berbobot (ketua adat, uskup, raja, dll).
2) Mistik,
sebagian dihubungkan dengan cara otoriter seperti para wali, pelantara,
dewa-dewa, dll. Otoriter lebih berorientasi bagaimana sosial sedangkan
mistik bersumber dari bribadi pemakai.
3) Logika Rasional, sejalan dengan pemikiran sosial.
4) Cara Ilmiah, menggabungkan suatu kepercayaan terhadap akibat yang diamati.[4]
Ilmu
menurut para pakar Mantiq, adalah mengerti dengan yakin atau mendekati
yakin (zhan) mengenai sesuatu yang belum diketahui, baik paham itu
sesuai dengan realita maupun tidak
Contoh:
Anda,
ketika berada dalam sinar cahaya bulan yang samara-samar, kebetulan
melihat baying-bayang hitam setinggi manusia. Anda lantas memahami bahwa
bayang-bayang itu adalah bayangan manusia dan anda yakin akan paham
anda itu. Kebetulan, ternyata bahwa bayang-bayang itu adalah benar
bayangan manusia. Pemahaman anda itu merupakan lmu yang yakin dan sesuai
dengan realitas (ilmu yaqini muthabiq lil-waqi’)
akan tetapi, jika anda mempunyai pengertian yang mendekati yakin (zhan)
bahwa bayang-bayang itu adalah bayangan manusia.Kebetulan, ternyata
bahwa bayang-bayang itu adalah benar bayangan manusia. Maka pengertian
anda itu merupakan ilmu yang mendekati yakin (zhan) dan sesuai dengan
realitas (ilmun zhanni muthabiq lil-waqi’).
Sebaliknya dari contoh diata, ada Ilmun yaqimi ghairu muthabiq lil-waqi’ dan Ilmun zhanni ghairu mhuntabiq lil-waqi’.
Pembagian Ilmu Menurut Para Pakar Mantiq
Para pakar mantiq membagi ilmu sebagai berikut:
Ilmu
- Tashawwur
a. Badihi
b. Nazhari
- Tashdiq
a. Badihi
b. Nazhari
1. Tashawwur
Tashawwur,
yaitu memahami memahami sesuatu tanpa mengenaka (meletakkan) sesuatu
(sifat) yang lain kepadanya, seperti memahami kata Husein, manusia, kerbau, rumah, gunung
dan sebagainya. Tashawwur juga bisa diartikan dengan mengetahui
hakikat-hakikat objek tunggal dengan tidak menyertakan penetapan
kepadanya atau meniadakan penetapan drinya.[5]
2. Tasdhiq
Tasdhiq,
yaitu memahami hubungan antara dua kata, atau menempatkan sesuatu
(kata) atas sesuatu (kata) yang lain. Ketika anda memahami Husein tanpa menetapkan sesuatu yang lain kepadanya maka ilmu anda mengenai Husein itu Tashawwur. Tetapi, ketika anda mengatakan Husein sakit, berarti anda memahaminya dengan menetapkan (meletakkan) sakit kepada Husein. Pemahaman anda pada waktu itu sudah berpindah dari Tashawwur kepada Tashdiq.
Ilmu Tashawwur dan Tashdiq masing-masing dibagi menjadi dua, yaitu Badihi dan Nazhari.
a. Badihi
Pemahaman tentang
sesuatu yang tidak memerlukan pikiran atau penalaran, seperti
mengetahui diri merasa lapar karena terlambat makan; mangetahui diri
merasa dingin karena tidak memakai jaket, mengetahui satu adalah
setengah dari dua, dan semacamnya.
b. Nazhari
Pemahaman
(Ilmu) yang memerlukan pemikiran, penalaran atau pembahasan, seperti
ilmu tentang matematika, gas bumi, kimia, teknologi radio, televisi,
komputer dal semacamnya. Demikian juga halnya dengan ilmu pengetahuan
tentang alam sebagai sesuatu yang baharu yang harus ada penciptanya,
termasuk ilmu pngetahuan tentang alam kubur dan kebangkitan di hari
akhirat.
B. Dilalah
Dilalah
adalah memahami sesuatu dari sesuatu yang lain, sesuatu yang pertama
disebut al-madhul. dan segala sesuatu yang kedua disebut. Al-Dall
(Petunjuk, penerang atau yang memberi dalil).
Contoh:
Terdengan raungan harimau di suatu semak adalah dilalah bagi adanya harimau di dalam semak tersebut.
Pembagian Dilalah
Dilalah:
- Lafzhiyah
a. Thabi’iyah
b. ‘Aqliyah
c. Wadh’yah
1) Muthabaqiyah
2) Tadhammuniyah
3) Iltizamiyah
- Ghairu Lafzhiyah
a. Thabi’iyah
b. Aqliyah
c. Wadh’yah.
يمكننا اللإستعانة بالرسم البياني التالي لتوضيح أقسم الدلالة[6]:
Skema di atas menunjukkan bahwa Dilalah terbagi menjadi dua, yaitu Dilalah Lafzhiyah dan dilalah ghairu Lafzhiyah.
1. Dilalah Lafzhiyah
Dilalah lafzhiyah adalah Petunjuk yang berupa kata atau suara. Dilalah ini terbagi menjadi tiga:
- Dilalah Lafzhiyah Thab’iyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang berbentuk alami (‘aradh thabi’i).
Contoh:
o Tertawa terbahak-bahak menjadi dilalah untuk gembira.
o Menangis terisak-isak menjadi dilalah bagi sedih.
- Dilalah Lafzhiyah ‘Aqliyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang dibentuk akal pikiran.
Contoh:
o Suara teriakan di tengah hutan menjadi dilalah bagi adanya manusia di sana.
o Suara teriakan maling di sebuah rumah menjadi dilalah bagi adanya maling yang sedang melakukan pencurian.
- Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang dengan sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu isyarah atau tanda (apa saja) berdasar kesepakatan.
Contoh:
Petunjuk lafadz (kata) kepada makna (benda) yang disepakati:
o Orang Sunda, misalnya sepakat menetapkan kata cau menjadi dilalah bagi pisang.
o Orang Jawa, misalnya sepakat menetapkan kata gedang menjadi dilalah bagi pisang.
o Orang Inggris, misalnya sepakat menetapkan kata banana menjadi dilalah bagi pisang.
Adapun Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah menjadi ajang pembahasan para pakar mantiq.
Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah dibagi menjadi tiga:
1. Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah Muthabaqiyah, yaitu dilalah lafadz (petunjuk kata) pada makna selengkapnya.
Contoh:
Kata
rumah memberi petunjuk (dilalah) kepada bangunan lengkap yang terdiri
dari dinding, jendela, pintu, atap dan lainnya, sehingga bisa dijadikan
tempat tinggal yang nyaman. Jika anda menyuruh seorang tukang membuat
rumah, maka yang dimaksudkan adalah rumah selengkapnya, bukan hanya
dindingnya atau atapnya saja.
2. Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah Tadhammuniyah, yaitu dilalah lafadz (petunjuk kata) kepada bagian-bagian maknanya.
Contoh:
Ketika anda mengucapkan kata rumah, kadang-kadang yang anda maksudkan adalah bagian-bagiannya saja.
Jika
anda, misalnya menyuruh tukang memperbaiki rumah maka yang anda
maksudkan bukanlah seluruh rumah, tetapi bagian-bagiannya yang rusak
saja.
Jika anda meminta dokter mengobati badan anda, maka yang dimaksudkan adalah bagian yang sakit saja.
3. Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah Iltizamiyah,
yaitu dilalah lafadz (petunjuk kata) kepada sesuatu yang di luar makna
lafadz yang disebutkan, tetapi terikat amat erat terhadap makna yang
dikandungnya.
Contoh:
Jika
anda menyuruh tukang memperbaiki asbes rumah anda yang runtuh, maka
yang anda maksudkan bukan asbes-asbesnya saja, tetapi juga kayu-kayu
tempat asbes itu melekat yang kebetulan sudah patah-patah. asbes dan
kayu yang menjadi tulangnya terkait amat erat (iltizam). Jika kerusakan
asbes itu disebabkan kebocoran di atap maka perbaikan atap iltizam
(menjadi keharusan yang terkandung dan terikat) kepada perintah
memperbaiki asbes loteng itu.
2. Dilalah Ghairu Lafzhiyah
Dilalah ghairu lafzhiyah adalah petunjuk yang tidak berbentuk kata atau suara. Dilalah ini terbagi tiga:
a. Dilalah Ghairu Lafzhiyah Thabi'iyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang bukan kata atau suara yang berupa sifat alami.
Contoh:
o Wajah cerah menjadi dilalah bagi hati yang senang.
o Menutup hidung menjadi dilalah bagi menghindarkan bau kentut dan sebagainya.
b. Dilalah Ghairu Lafzhiyah ‘Aqliyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang bukan kata atau suara dibentuk akal pikiran.
Contoh:
o Hilangnya barang-barang di rumah menjadi dilalah adanya pencuri yang mengambil.
o Terjadinya kebakaran di gunung menjadi dilalah bagi adanya orang yang membawa api ke sana.
c. Dilalah Ghairu Lafzhiyah Wadh’iyah,
yaitu dilalah (petunjuk) bukan berupa kata atau suara yang dengan
sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu isyarah atau tanda (apa saja)
berdasar kesepakatan.
Contoh:
Petunjuk lafadz (kata) kepada makna (benda) yang disepakati:
o Secarik
kain hitamyang diletakkan di lengan kiri oarang Cina adalah dilalah
bagi kesedihan/ duka cita, karena ada anggota keluarganya yang
meninggal.
o Bendera kuning dipasang di depan rumah orang Indonesia pada umumnya, menggambarkan adanya keluarga yang meninggal.
BAB III
Kesimpulan
Ilmu
Ilmu
menurut para pakar Mantiq, adalah mengerti dengan yakin atau mendekati
yakin (zhan) mengenai sesuatu yang belum diketahui, baik paham itu
sesuai dengan realita maupun tidak.
Pembagian Ilmu Menurut Para Pakar Mantiq
Tashawwur, yaitu memahami memahami sesuatu tanpa mengenaka (meletakkan) sesuatu (sifat) yang lain kepadanya.
Tasdhiq, yaitu memahami hubungan antara dua kata, atau menempatkan sesuatu (kata) atas sesuatu (kata) yang lain.
Ilmu Tashawwur dan Tashdiq masing-masing dibagi menjadi dua, yaitu:
Badihi, mahaman tentang sesuatu yang tidak memerlukan pikiran atau penalaran.
Nazhari, Pemahaman (Ilmu) yang memerlukan pemikiran, penalaran atau pembahasan.
Dilalah
Dilalah adalah memahami sesuatu dari sesuatu yang lain.
Pembagian Dilalah
Dilalah Lafzhiyah
Dilalah lafzhiyah adalah Petunjuk yang berupa kata atau suara. Dilalah ini terbagi menjadi tiga:
1. Dilalah Lafzhiyah Thab’iyah, yaitu dilalah yang berbentuk alami.
2. Dilalah Lafzhiyah ‘Aqliyah, yaitu dilalah yang dibentuk akal pikiran.
3. Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah, yaitu dilalah yang dengan sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu isyarah atau tanda berdasar kesepakatan.
Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah dibagi menjadi tiga:
a. Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah Muthabaqiyah.
b. Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah Tadhammuniyah.
c. Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah Iltizamiyah.
Dilalah Ghairu Lafzhiyah
Dilalah ghairu lafzhiyah adalah petunjuk yang tidak berbentuk kata atau suara. Dilalah ini terbagi tiga:
1. Dilalah Ghairu Lafzhiyah Thab’iyah, yaitu dilalah yang berupa sifat alami.
2. Dilalah Ghairu Lafzhiyah ‘Aqliyah, yaitu dilalah yang dibentuk akal pikiran.
3. Dilalah
Ghairu Lafzhiyah Wadh’iyah, yaitu dilalah yang dengan sengaja dibuat
oleh manusia untuk suatu isyarah atau tanda berdasar kesepakatan.
DAFTAR PUSTAKA
A, Baihaqi, Ilmu Mantiq Teknik Dasar Berpikir Logika, Darul Ulum Press.
Sambas, Syukriadi Mantik Kaidah Berpikir Islami. 1996, Bandung : Remaja Rosda Karya.
Thahir, M Taib, Abd. Mu’in. 1987. Ilmu Mantiq (Logika). Jakarta: PT Bumi Restu.
Wallace, L. 1990. Metode Logika Ilmu Sosial. Terjemah: Yayasan Solidaritas Agama. Koordinator: Lailil Kadar. Jakarta: Bumi Aksara.
احمد شمس الدين. ه 1410\ م 1990. معيار العلم في المنطق. دارالكتب علمية: يرت لبنون.
[1] H. Baihaqi A. K , Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logika, Darul Ulum Press. Hal 9
[2] KH. M Taib Thahir Abd Mu’in, Ilmu Mantik ( logika). 1987, Jakarta : PT Bumi Restu. Hal, 21
[3] H. Syukriadi Sambas, Mantik Kaidah Berpikir Islami. 1996, Bandung : Remaja Rosda Karya. Hal, 40
[4] Wallace, L. 1990. Metode Logika Ilmu Sosial. Terjemah: Yayasan Solidaritas Agama. Koordinator: Lailil Kadar. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 1-3
[5] H. Baihaqi A. K , Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logika, Darul Ulum Press. Hal 10
[6]احمد شمس الدين. ه 1410\ م 1990. معيار العلم في المنطق. دارالكتب علمية: يرت لبنون. 44ص
0 Comments